Jumat, 09 November 2012

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA (KELARUTAN)


LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
PERCOBAAN 5 KELARUTAN


 SUSUN :

         NAMA   : NUGROHO HENDRO DWI SUSANTO
         KELAS   : C07
         NIM     : F1F071055


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007










LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN

I.                   JUDUL
      Kelarutan

II.                TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1.         Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2.         Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
3.         Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode  kelarutan.

III.             DASAR TEORI
            Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
            Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil.
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
·        PH
·        Temperatur
·        Jenis pelarut
·        Bentuk dan ukuran partikel zat
·        Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.

1. Pengaruh pH
            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan  penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.

2. Pengaruh temperatur (suhu)
            Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
  • Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
  • Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
  • Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
            Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
r = Tegangan permukaan partikel zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.

5. Pengaruh konstanta dielektrik
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
            Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).

Theofilin
Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas : stabil di udara
Sterilisasi : otoklaf

IV.              ALAT DAN BAHAN

a.      Alat
·        Erlen meyer
·        Agitator mekanik
·        Buret
·        Statif
·        Gelas Kimia

b.      Bahan
·        Air
·        Alkohol
·        Propilenglikol
·        Theofilin
·        Luminal
·        NaOH 0,1 N
·        Phenopthalien

V.                 PROSEDUR

 

 






VI.              DATA HASIL PRAKTIKUM
      DATA HASIL PENGAMATAN
            Pembakuan NaOH :
Volume NaOH
Volume Titrasi
13 ml
9 ml
12,5 ml
9 ml

            Kadar Theofilin :
No
Air
(% v/v)
Alkohol
(% v/v)
Propilenglikol
(% v/v)
Volume NaOH (ml)
Kadar
Theofilin (N)
1
60
0
40
3
0,025
2
60
5
35
3
0,025
3
60
10
30
3,4
0,029
4
60
15
25
4
0,034
5
60
20
20
5
0,042
6
60
30
10
5,5
0,046
7
60
35
5
7
0,059
8
60
40
0
6,4
0,054

            Perhitungan :
1)      Pembakuan NaOH
                  Pembakuan NaOH dengan asam oksalat                         62,00 mg
                  BE Asam oksalat                                                            63,05 mg
                  N NaOH       =          Mg Asam oksalat
                                           BE Asam oksalat x V NaOH
                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,076 N
                                                   63,04 x 13 ml           819,52
                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,079 N
                                                  63,04 x 12,5 ml           788

                  ∑ N NaOH   =        0,076 N + 0,079 N  = 0,0775 N
                                                              2

2)      Perhitungan kadar Theofilin
1. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml
                                                                    9 ml
2. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml
                                                                    9 ml
3. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3,4       = 0,029 ml
                                                                    9 ml
4. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 4          = 0,034 ml
                                                                    9 ml
5. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 5          = 0,042 ml
                                                                    9 ml
6. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 5,5       = 0,046 ml
                                                                    9 ml
7. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 7          = 0,059 ml
                                                                    9 ml
8. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 6,4        = 0,054 ml
                                                                    9 ml
VII.           PEMBAHASAN
            Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut.
            Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1.      Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.
2.      Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.
3.      Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.
4.      Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.
5.      Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.
6.      Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.
7.      Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.
Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.
                Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.        KESIMPULAN

            Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.              DAFTAR PUSTAKA
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK
PERCOBAAN 5
KELARUTAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmasi Fisik


Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011
DISUSUN :
Kelompok V :
                       Dea Garcita                   (31109043)
                       Ima Nur Rosmayanti    (31109050)
                       Meti Dusiyani                (31109052)
                       Rika Herlisna                (31109057)
                                   Teni Istianah                 (31109066)
                                   Yoga Kevan Rahmat    (31109071)


PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2011
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN

I.                   JUDUL
      Kelarutan

II.                TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1.         Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2.         Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
3.         Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode  kelarutan.

III.             DASAR TEORI
            Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
            Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil.
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
·        PH
·        Temperatur
·        Jenis pelarut
·        Bentuk dan ukuran partikel zat
·        Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.

1. Pengaruh pH
            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan  penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.

2. Pengaruh temperatur (suhu)
            Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
  • Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
  • Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
  • Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
            Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
r = Tegangan permukaan partikel zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.

5. Pengaruh konstanta dielektrik
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
            Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).

Theofilin
Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas : stabil di udara
Sterilisasi : otoklaf

IV.              ALAT DAN BAHAN

a.      Alat
·        Erlen meyer
·        Agitator mekanik
·        Buret
·        Statif
·        Gelas Kimia

b.      Bahan
·        Air
·        Alkohol
·        Propilenglikol
·        Theofilin
·        Luminal
·        NaOH 0,1 N
·        Phenopthalien

V.                 PROSEDUR

 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3trXrpWgfDGkrtO-hWYuwuOnahBgmn9weThbdZORwt3ZntbX6s-tVzo4ZUW3RmTlvaGn7Qjl1XZqth13ZYRh6vvSicrxIeUXYXMWnQ4ZdpxNl16Qz2NDl083AIRqkFPYm7TGBtAhDHCiL/s640/Pros.jpg





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0Z5EYHgR2_HfuTTdqie09XcZUam4cJrNkG1l6sdq2CAc3xRQe20Z-BUV55nBVt4tI9dYDeYh7CQhHdu3nQmDTjyvj3i5oGOxn7ShnZeXY9jVMsAmu600vHtimQ0PiH0zLAL8KLWU1SwrU/s640/Pros+e.jpg





VI.              DATA HASIL PRAKTIKUM
      DATA HASIL PENGAMATAN
            Pembakuan NaOH :
Volume NaOH
Volume Titrasi
13 ml
9 ml
12,5 ml
9 ml

            Kadar Theofilin :
No
Air
(% v/v)
Alkohol
(% v/v)
Propilenglikol
(% v/v)
Volume NaOH (ml)
Kadar
Theofilin (N)
1
60
0
40
3
0,025
2
60
5
35
3
0,025
3
60
10
30
3,4
0,029
4
60
15
25
4
0,034
5
60
20
20
5
0,042
6
60
30
10
5,5
0,046
7
60
35
5
7
0,059
8
60
40
0
6,4
0,054

            Perhitungan :
1)      Pembakuan NaOH
                  Pembakuan NaOH dengan asam oksalat                         62,00 mg
                  BE Asam oksalat                                                            63,05 mg
                  N NaOH       =          Mg Asam oksalat
                                           BE Asam oksalat x V NaOH
                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,076 N
                                                   63,04 x 13 ml           819,52
                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,079 N
                                                  63,04 x 12,5 ml           788

                  ∑ N NaOH   =        0,076 N + 0,079 N  = 0,0775 N
                                                              2

2)      Perhitungan kadar Theofilin
1. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml
                                                                    9 ml
2. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml
                                                                    9 ml
3. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3,4       = 0,029 ml
                                                                    9 ml
4. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 4          = 0,034 ml
                                                                    9 ml
5. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 5          = 0,042 ml
                                                                    9 ml
6. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 5,5       = 0,046 ml
                                                                    9 ml
7. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 7          = 0,059 ml
                                                                    9 ml
8. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 6,4        = 0,054 ml
                                                                    9 ml
VII.           PEMBAHASAN
            Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut.
            Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1.      Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.
2.      Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.
3.      Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.
4.      Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.
5.      Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.
6.      Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.
7.      Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.
Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.
                Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.        KESIMPULAN

            Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.              DAFTAR PUSTAKA
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK
PERCOBAAN 5
KELARUTAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmasi Fisik


Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011
DISUSUN :
Kelompok V :
                       Dea Garcita                   (31109043)
                       Ima Nur Rosmayanti    (31109050)
                       Meti Dusiyani                (31109052)
                       Rika Herlisna                (31109057)
                                   Teni Istianah                 (31109066)
                                   Yoga Kevan Rahmat    (31109071)


PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2011
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN

I.                   JUDUL
      Kelarutan

II.                TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1.         Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2.         Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
3.         Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode  kelarutan.

III.             DASAR TEORI
            Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
            Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil.
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
·        PH
·        Temperatur
·        Jenis pelarut
·        Bentuk dan ukuran partikel zat
·        Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.

1. Pengaruh pH
            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan  penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.

2. Pengaruh temperatur (suhu)
            Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
  • Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
  • Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
  • Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
            Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
r = Tegangan permukaan partikel zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.

5. Pengaruh konstanta dielektrik
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
            Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).

Theofilin
Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas : stabil di udara
Sterilisasi : otoklaf

IV.              ALAT DAN BAHAN

a.      Alat
·        Erlen meyer
·        Agitator mekanik
·        Buret
·        Statif
·        Gelas Kimia

b.      Bahan
·        Air
·        Alkohol
·        Propilenglikol
·        Theofilin
·        Luminal
·        NaOH 0,1 N
·        Phenopthalien

V.                 PROSEDUR

 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3trXrpWgfDGkrtO-hWYuwuOnahBgmn9weThbdZORwt3ZntbX6s-tVzo4ZUW3RmTlvaGn7Qjl1XZqth13ZYRh6vvSicrxIeUXYXMWnQ4ZdpxNl16Qz2NDl083AIRqkFPYm7TGBtAhDHCiL/s640/Pros.jpg





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0Z5EYHgR2_HfuTTdqie09XcZUam4cJrNkG1l6sdq2CAc3xRQe20Z-BUV55nBVt4tI9dYDeYh7CQhHdu3nQmDTjyvj3i5oGOxn7ShnZeXY9jVMsAmu600vHtimQ0PiH0zLAL8KLWU1SwrU/s640/Pros+e.jpg





VI.              DATA HASIL PRAKTIKUM
      DATA HASIL PENGAMATAN
            Pembakuan NaOH :
Volume NaOH
Volume Titrasi
13 ml
9 ml
12,5 ml
9 ml

            Kadar Theofilin :
No
Air
(% v/v)
Alkohol
(% v/v)
Propilenglikol
(% v/v)
Volume NaOH (ml)
Kadar
Theofilin (N)
1
60
0
40
3
0,025
2
60
5
35
3
0,025
3
60
10
30
3,4
0,029
4
60
15
25
4
0,034
5
60
20
20
5
0,042
6
60
30
10
5,5
0,046
7
60
35
5
7
0,059
8
60
40
0
6,4
0,054

            Perhitungan :
1)      Pembakuan NaOH
                  Pembakuan NaOH dengan asam oksalat                         62,00 mg
                  BE Asam oksalat                                                            63,05 mg
                  N NaOH       =          Mg Asam oksalat
                                           BE Asam oksalat x V NaOH
                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,076 N
                                                   63,04 x 13 ml           819,52
                  N NaOH       =                 62 mg             =    62     = 0,079 N
                                                  63,04 x 12,5 ml           788

                  ∑ N NaOH   =        0,076 N + 0,079 N  = 0,0775 N
                                                              2

2)      Perhitungan kadar Theofilin
1. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml
                                                                    9 ml
2. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3          = 0,025 ml
                                                                    9 ml
3. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 3,4       = 0,029 ml
                                                                    9 ml
4. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 4          = 0,034 ml
                                                                    9 ml
5. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 5          = 0,042 ml
                                                                    9 ml
6. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 5,5       = 0,046 ml
                                                                    9 ml
7. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 7          = 0,059 ml
                                                                    9 ml
8. N Theofilin   =          N NaOH x V Theofilin
                                                                V Titrasi
                                            =                 0,076 x 6,4        = 0,054 ml
                                                                    9 ml
VII.           PEMBAHASAN
            Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut.
            Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1.      Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.
2.      Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.
3.      Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.
4.      Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.
5.      Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.
6.      Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.
7.      Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.
Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.
                Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.

VIII.        KESIMPULAN

            Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.

IX.              DAFTAR PUSTAKA
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB

1 komentar:

  1. Salam farmasi indonesia,,,,ijin ngambil,

    Catatankuliahfarmasi.blogspot.com

    BalasHapus