LAPORAN
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
PERCOBAAN 5 KELARUTAN
SUSUN :
NAMA : NUGROHO HENDRO DWI SUSANTO
KELAS : C07
NIM : F1F071055
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN
I.
JUDUL
Kelarutan
II.
TUJUAN
PERCOBAAN
Setelah
mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1.
Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2.
Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan.
III.
DASAR TEORI
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut
(solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang
larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan
hasil disebut larutan jenuh.
Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam
bahasa Inggris lebih
tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan
yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut,
dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air.
Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang
sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang
benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated)
yang metastabil.
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan
sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan
tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang
dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam
550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas,
molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
·
PH
·
Temperatur
·
Jenis pelarut
·
Bentuk dan ukuran partikel zat
·
Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya
surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.
1. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat
organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh
pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan
sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam
yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti
alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH
larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam
yang mudah larut dalam air.
2. Pengaruh
temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik
leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam
air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor)
mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut.
Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar
molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik
molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu
akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena
gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu
meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar
dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut
Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih
pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan)
akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua
asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan
senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa
nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya
tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah.
Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
- Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
- Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
- Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya
tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat
melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi
antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran
molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete
Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat,
sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih
besar
r = Tegangan permukaan partikel
zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel
dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk
susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang
bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel
yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar
sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik
ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan
dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan
dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing
komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran
dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah
co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan
kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol
adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan
eliksir.
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu
zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar
apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul
pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non
polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk
agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk
disebut konsentrasi misel kritik (KMK).
Theofilin
Pemerian :
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan
sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut
dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas :
stabil di udara
Sterilisasi
: otoklaf
IV.
ALAT DAN BAHAN
a. Alat
·
Erlen meyer
·
Agitator mekanik
·
Buret
·
Statif
·
Gelas Kimia
b. Bahan
·
Air
·
Alkohol
·
Propilenglikol
·
Theofilin
·
Luminal
·
NaOH 0,1 N
·
Phenopthalien
V.
PROSEDUR
VI.
DATA HASIL
PRAKTIKUM
DATA HASIL PENGAMATAN
Pembakuan NaOH :
Volume NaOH
|
Volume Titrasi
|
13 ml
|
9 ml
|
12,5 ml
|
9 ml
|
Kadar Theofilin :
No
|
Air
(% v/v)
|
Alkohol
(% v/v)
|
Propilenglikol
(% v/v)
|
Volume NaOH (ml)
|
Kadar
Theofilin (N)
|
1
|
60
|
0
|
40
|
3
|
0,025
|
2
|
60
|
5
|
35
|
3
|
0,025
|
3
|
60
|
10
|
30
|
3,4
|
0,029
|
4
|
60
|
15
|
25
|
4
|
0,034
|
5
|
60
|
20
|
20
|
5
|
0,042
|
6
|
60
|
30
|
10
|
5,5
|
0,046
|
7
|
60
|
35
|
5
|
7
|
0,059
|
8
|
60
|
40
|
0
|
6,4
|
0,054
|
Perhitungan :
1)
Pembakuan NaOH
Pembakuan NaOH dengan asam
oksalat
62,00 mg
BE Asam
oksalat
63,05 mg
N NaOH
= Mg Asam
oksalat
BE Asam oksalat x V NaOH
N NaOH
=
62
mg
= 62 = 0,076 N
63,04
x 13 ml 819,52
N NaOH
=
62 mg
= 62 = 0,079 N
63,04 x 12,5 ml 788
∑ N NaOH =
0,076 N + 0,079 N =
0,0775 N
2
2)
Perhitungan kadar Theofilin
1. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3 = 0,025
ml
9 ml
2. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3 = 0,025
ml
9 ml
3. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3,4 = 0,029 ml
9 ml
4. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V
Titrasi
=
0,076 x 4 = 0,034
ml
9 ml
5. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 5 = 0,042
ml
9 ml
6. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 5,5 = 0,046 ml
9 ml
7. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 7 = 0,059
ml
9 ml
8. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 6,4 = 0,054 ml
9 ml
VII. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut
tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat
yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat
melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran
permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan
larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut.
Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan
propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml
propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu
dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran
setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening,
ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1.
Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml
propilenglikol.
2.
Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml
propilenglikol.
3.
Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml
propilenglikol.
4.
Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml
propilenglikol.
5.
Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml
propilenglikol.
6.
Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml
propilenglikol.
7.
Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml
propilenglikol.
Sebelum
dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan
mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien.
Pembakuan dilakukan selama dua kali.
Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan
dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2
tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada
titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk
diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera
dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH
yang seharusnya.
VIII. KESIMPULAN
Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang
dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil.
Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin
dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi
0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan
konsentrasi 0,025 N.
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 02 WIB
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 05 WIB
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 08 WIB
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK
PERCOBAAN 5
KELARUTAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Farmasi Fisik

Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011
DISUSUN :
Kelompok V :
Dea
Garcita
(31109043)
Ima Nur
Rosmayanti (31109050)
Meti Dusiyani
(31109052)
Rika
Herlisna
(31109057)
Teni Istianah (31109066)
Yoga
Kevan Rahmat (31109071)
PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2011
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN
I.
JUDUL
Kelarutan
II.
TUJUAN
PERCOBAAN
Setelah
mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1.
Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2.
Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan.
III.
DASAR TEORI
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut
(solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang
larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan
hasil disebut larutan jenuh.
Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam
bahasa Inggris lebih
tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan
yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut,
dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air.
Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang
sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang
benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated)
yang metastabil.
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan
sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan
tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang
dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam
550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas,
molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
·
PH
·
Temperatur
·
Jenis pelarut
·
Bentuk dan ukuran partikel zat
·
Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya
surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.
1. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat
organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh
pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan
sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam
yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti
alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH
larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam
yang mudah larut dalam air.
2. Pengaruh temperatur
(suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik
leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam
air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor)
mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut.
Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar
molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik
molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu
akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena
gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu
meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar
dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.
Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen
lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub
muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan
semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga
merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam
senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar
umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak
tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut
:
- Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
- Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
- Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya
tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat
melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi
antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran
molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete
Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat,
sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih
besar
r = Tegangan permukaan partikel
zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel
dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk
susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang
bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel
yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar
sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik
ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan
dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan
dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing
komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran
dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah
co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan
kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol
adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan
eliksir.
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu
zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar
apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul
pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non
polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk
agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk
disebut konsentrasi misel kritik (KMK).
Theofilin
Pemerian :
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan
sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut
dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas :
stabil di udara
Sterilisasi
: otoklaf
IV.
ALAT DAN BAHAN
a. Alat
·
Erlen meyer
·
Agitator mekanik
·
Buret
·
Statif
·
Gelas Kimia
b. Bahan
·
Air
·
Alkohol
·
Propilenglikol
·
Theofilin
·
Luminal
·
NaOH 0,1 N
·
Phenopthalien
V.
PROSEDUR
VI.
DATA HASIL
PRAKTIKUM
DATA HASIL PENGAMATAN
Pembakuan NaOH :
Volume NaOH
|
Volume Titrasi
|
13 ml
|
9 ml
|
12,5 ml
|
9 ml
|
Kadar Theofilin :
No
|
Air
(% v/v)
|
Alkohol
(% v/v)
|
Propilenglikol
(% v/v)
|
Volume NaOH (ml)
|
Kadar
Theofilin (N)
|
1
|
60
|
0
|
40
|
3
|
0,025
|
2
|
60
|
5
|
35
|
3
|
0,025
|
3
|
60
|
10
|
30
|
3,4
|
0,029
|
4
|
60
|
15
|
25
|
4
|
0,034
|
5
|
60
|
20
|
20
|
5
|
0,042
|
6
|
60
|
30
|
10
|
5,5
|
0,046
|
7
|
60
|
35
|
5
|
7
|
0,059
|
8
|
60
|
40
|
0
|
6,4
|
0,054
|
Perhitungan :
1)
Pembakuan NaOH
Pembakuan NaOH dengan asam
oksalat
62,00 mg
BE Asam
oksalat
63,05 mg
N NaOH
= Mg Asam
oksalat
BE Asam oksalat x V NaOH
N NaOH
=
62
mg
= 62 = 0,076 N
63,04
x 13 ml 819,52
N NaOH
=
62 mg
= 62 = 0,079 N
63,04 x 12,5 ml 788
∑ N NaOH =
0,076 N + 0,079 N =
0,0775 N
2
2)
Perhitungan kadar Theofilin
1. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3 = 0,025
ml
9 ml
2. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3 = 0,025
ml
9 ml
3. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3,4 = 0,029 ml
9 ml
4. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V
Titrasi
=
0,076 x 4 = 0,034
ml
9 ml
5. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 5 = 0,042
ml
9 ml
6. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 5,5 = 0,046 ml
9 ml
7. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 7 = 0,059
ml
9 ml
8. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 6,4 = 0,054 ml
9 ml
VII. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut
tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat
yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat
melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran
permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan
larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut.
Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan
propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml
propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu
dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran
setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening,
ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1.
Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml
propilenglikol.
2.
Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml
propilenglikol.
3.
Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml
propilenglikol.
4.
Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml
propilenglikol.
5.
Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml
propilenglikol.
6.
Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml
propilenglikol.
7.
Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml
propilenglikol.
Sebelum
dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan mentitrasi
asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien.
Pembakuan dilakukan selama dua kali.
Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan
dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2
tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada
titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk
diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera
dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH
yang seharusnya.
VIII. KESIMPULAN
Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang
dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil.
Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin
dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi
0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan
konsentrasi 0,025 N.
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 02 WIB
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 05 WIB
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 08 WIB
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK
PERCOBAAN 5
KELARUTAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Farmasi Fisik

Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011
DISUSUN :
Kelompok V :
Dea
Garcita
(31109043)
Ima Nur
Rosmayanti (31109050)
Meti Dusiyani
(31109052)
Rika
Herlisna
(31109057)
Teni Istianah (31109066)
Yoga
Kevan Rahmat (31109071)
PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2011
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN
I.
JUDUL
Kelarutan
II.
TUJUAN
PERCOBAAN
Setelah
mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1.
Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2.
Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode kelarutan.
III.
DASAR TEORI
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut
(solvent. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang
larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan
hasil disebut larutan jenuh.
Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam
bahasa Inggris lebih
tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan
yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut,
dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air.
Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang
sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang
benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated)
yang metastabil.
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan
sebagai suatu konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan
tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang
dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam
550 ml air. Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas,
molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
·
PH
·
Temperatur
·
Jenis pelarut
·
Bentuk dan ukuran partikel zat
·
Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya
surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.
1. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat
organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh
pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan
sulfonamide dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam
yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti
alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH
larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam
yang mudah larut dalam air.
2. Pengaruh
temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik
leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam
air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor)
mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut.
Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar
molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik
molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu
akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena
gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar
dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.
Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen
lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub
muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan
semua asam merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga
merupakan senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam
senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar
umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak
tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut
:
- Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
- Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
- Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik
antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat
melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi
antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran
molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete
Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat,
sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih
besar
r = Tegangan permukaan partikel
zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel
dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk
susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang
bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel
yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar
sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik
ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan
dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan
dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing
komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran
dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah
co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan
kelarutan suatu zat diseut co solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol
adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan
eliksir.
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu
zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar
apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul
pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non
polar kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk
agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk
disebut konsentrasi misel kritik (KMK).
Theofilin
Pemerian :
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan sukar
larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak sukar larut dalam
etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas :
stabil di udara
Sterilisasi
: otoklaf
IV.
ALAT DAN BAHAN
a. Alat
·
Erlen meyer
·
Agitator mekanik
·
Buret
·
Statif
·
Gelas Kimia
b. Bahan
·
Air
·
Alkohol
·
Propilenglikol
·
Theofilin
·
Luminal
·
NaOH 0,1 N
·
Phenopthalien
V.
PROSEDUR
VI.
DATA HASIL
PRAKTIKUM
DATA HASIL PENGAMATAN
Pembakuan NaOH :
Volume NaOH
|
Volume Titrasi
|
13 ml
|
9 ml
|
12,5 ml
|
9 ml
|
Kadar Theofilin :
No
|
Air
(% v/v)
|
Alkohol
(% v/v)
|
Propilenglikol
(% v/v)
|
Volume NaOH (ml)
|
Kadar
Theofilin (N)
|
1
|
60
|
0
|
40
|
3
|
0,025
|
2
|
60
|
5
|
35
|
3
|
0,025
|
3
|
60
|
10
|
30
|
3,4
|
0,029
|
4
|
60
|
15
|
25
|
4
|
0,034
|
5
|
60
|
20
|
20
|
5
|
0,042
|
6
|
60
|
30
|
10
|
5,5
|
0,046
|
7
|
60
|
35
|
5
|
7
|
0,059
|
8
|
60
|
40
|
0
|
6,4
|
0,054
|
Perhitungan :
1)
Pembakuan NaOH
Pembakuan NaOH dengan asam
oksalat
62,00 mg
BE Asam
oksalat
63,05 mg
N NaOH
= Mg Asam
oksalat
BE Asam oksalat x V NaOH
N NaOH
=
62
mg
= 62 = 0,076 N
63,04
x 13 ml 819,52
N NaOH
=
62 mg
= 62 = 0,079 N
63,04 x 12,5 ml 788
∑ N NaOH =
0,076 N + 0,079 N =
0,0775 N
2
2)
Perhitungan kadar Theofilin
1. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3 = 0,025
ml
9 ml
2. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3 = 0,025
ml
9 ml
3. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 3,4 = 0,029 ml
9 ml
4. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V
Titrasi
=
0,076 x 4 = 0,034
ml
9 ml
5. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 5 = 0,042
ml
9 ml
6. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 5,5 = 0,046 ml
9 ml
7. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 7 = 0,059
ml
9 ml
8. N
Theofilin = N
NaOH x V Theofilin
V Titrasi
=
0,076 x 6,4 = 0,054 ml
9 ml
VII. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut dalam pelarut
tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Suatu zat
yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat pelarut yang dapat
melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini, suhu dan ukuran
permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu semakin cepat suatu zat akan
larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin cepat pula suatu zat itu larut.
Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air, alkohol dan
propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama, 60 ml air dan 40 ml
propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan theofilin, semua campuran itu
dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran
setelah dikocok atau dengan menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening,
ditambahkan theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1.
Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml
propilenglikol.
2.
Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml
propilenglikol.
3.
Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml
propilenglikol.
4.
Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml
propilenglikol.
5.
Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml
propilenglikol.
6.
Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml
propilenglikol.
7.
Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml
propilenglikol.
Sebelum
dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih dahulu, dengan
mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml air dan 2 tetes phenofthalien.
Pembakuan dilakukan selama dua kali.
Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian disaring dan
dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran ditambahkan dengan 2
tetes indikator phenofthalien sampai terjadi perubahan warna merah muda. Pada
titik ekivalen atau perubahan warna dititik akhir titrasi sangat penting untuk
diperhatikan, jika sudah timbul perubahan warna, titrasi harus segera
dihentikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH
yang seharusnya.
VIII. KESIMPULAN
Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali, volume NaOH yang
dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut menandakan nilai yang stabil.
Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi terbesar dari kadar theofilin
dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan 7 ml adalah dengan konsentrasi
0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan
konsentrasi 0,025 N.
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 02 WIB
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 05 WIB
Diaskes 19 Mei
2011 Pukul. 22 : 08 WIB
Salam farmasi indonesia,,,,ijin ngambil,
BalasHapusCatatankuliahfarmasi.blogspot.com